Katasapa Pentaskan “Watu Lawang” di Griya Seni Sidubajan Katamas

Peserta workshop teater yang digelar oleh Komunitas Teater Sastra Perwira (Katasapa) Purbalingga, mementaskan cerita rakyat berjudul “Watu Lawang”. Pentas digelar di Griya Seni Giri Sidubajan Kampung Wisata Tematik Sikadut (Katamas) Desa Karangtalun, Kecamatan Bobotsari dan disiarkan secara live di kanal YouTube Misbar Purbalingga, Selasa (24/11) pukul 20.00 WIB.

Ketua Katasapa Purbalingga, Ryan Rachman mengatakan, pentas tersebut merupakan rangkaian dari workshop teater yang digelar Katasapa melalui Program Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK) Dirjen Kebudyaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI Tahun 2020.

“Para peserta workshop dibagi menjadi empat kelompok. Mereka kemudian membawakan pentas dengan lakon bermuatan cerita atau legenda lokal yang berkembang di Purbalingga. Pentas dibawakan menggunakan bahasa Jawa dialek Banyumasan sebagai bentuk pelestarian dan pengenalan budaya kepada generasi muda. Setelah workshop, peserta membuat naskah berdasarkan cerita rakyat yang ada, disutradarai, berlatih dan dipentaskan,” terangnya.

Pementasan pertama membawakan lakon berjudul “Watu Lawang” karya dan sutradara Suparyadi. Lakon ini berkisah tentang Adipati Tangkisan yang akan menyunati anaknya, namun dia malu karena pendapa yang sempit dan jelek. Dia lalu pergi ke tempat kakaknya, Adipati Pekuncen untuk meminjam pendapaya yang bagus dan megah. Namun begitu pulang dari tempat kakaknya, dia lupa meminjam.

Akhirnya, Adipati Tangkisan meminta bantuan makhluk halus untuk memindah pendapa itu. Pesta sunatan pun berjalan dengan meriah. Usai pesta, pendapa pun dikembalikan lagi, namun salah satu pintunya terjatuh. Adipati Pekuncen yang baru tiba di rumah pun dibuat geger ketika mendapati pintu pendapa hilang.

Suatu hari, seorang petani mengadu ke Adipati Tangkisan karena sawah kering akibat tidak ada air yang mengalir dari sungai. Setelah dicek, ternyata jalur air yang berasal dari Pekuncen itu tertutup pintu pendapa yang terjatuh. Adipati Tangkisan berusaha mengambil pintu itu, namun tidak berhasil.

Adipati Tangkisan pun datang ke rumah kakaknya dan menceritakan apa yang dialami. Kakaknya pun membantu mengambil pintu itu, namun tetap saja sulit. Akhirnya diputuskan untuk membuat saluran air baru di sekitar tempat tersebut. Dari situlah, tempat itu dinamakan Watu Lawang.

Kepala Desa Karangtalun, Heru Catur Wibowo memberikan apresiasi yang berkenan pentas di Karangtalun. Pihaknya sangat terbuka bila ada kelompok kesenian pentas di tempatnya. Dia berharap masyarakat Karangtalun bisa bersama-sama melestarikan seni budaya tradisi.”Ada tiga kesenian yang regenerasi, genjring, kothekan dan kuda kepang. Bisa dikonsumsi masyarakat di era sekarang,” katanya.

Dengan adanya pementasan dari Katasapa tersebut, dia berharap bisa menjadi ajang belajar bagi warganya tentang seni pertunjukan teater. Dimulai dari melihat, bediskusi dan nantinya akan muncuk kelompok seni peran di desanya.

Pementasan malam tersebut dilaksanakan secara terbatas dan hanya disaksikan tak lebih dari 40 penonton dan disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Misbar Purbalingga. Panitia menerapkan protokol kesehatan yang ketat, penonton terlebih dulu mencuci tangan dengan sabun, dicek suhu badan dan wajib mengenakan masker.

Sumber Tulisan : Joko Santoso – Wawasan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *